[TERUNTUK KALIAN SEMUA]
“Aku tidak ingin kaya. Aku hanya ingin hidup. Aku ingin melihat banyak tempat… Aku ingin menghirup seribu satu bau kehidupan.”
― Seno Gumira Ajidarma
Kehidupan SD dan SMP ku ketika masih di Pangkep, membawaku menuju perantauan. Sebuah titik awal, dari sekian kali kerutan dikeningku muncul. Kerutan untuk semua mimpi-mimpi hebat yang hingga saat ini masih menjadi mimpi. Hei, aku mengkhatamkan pulau Jawa dalam 3 tahun pertamaku (dan kulengkapi lagi 2 tahun setelahnya). Tiga tahun pertama, benar-benar memperlihatkanku dunia sesungguhnya. Pengalaman berburu ilmu di beberapa kota besar di pulau Jawa. Pengalaman menyaksikan lukisan alam titisan surga.
Modal besar yang kudapatkan semasa SMA membawaku menuju pintu gerbang kehidupan yang nyata, kehidupan yang kelak akan kujalani.
Tidak tanggung-tanggung, jurusan terbaik dari universitas terbaik. Aku diterima. Betapa bangganya orang-orang disekitar terhadapku. Tapi, apakah aku juga bangga?
Selama menjalani proses akademik tidak sedetikpun aku bangga. Saat memperkenalkan diri di berbagai forum, saat kembali ke kampung halaman dan ditanyai teman lama, untuk bercerita tentang jurusanku, biasa saja rasanya. Mungkin karena aku dibesarkan tidak dengan rasa kebanggaan yang berlebih, tapi jujur aku merasakan hal sebaliknya, tertekan. Aku tidak menemukan jati diriku di dalam kelas, hilang, pikiranku selalu terbang entah kemana. Aku selalu berusaha berpikir positif mengenai jurusan hebat ini.
Kata mereka (teman sesama anggota UKM Kampus) jurusanku luar biasa banyak dicari perusahaan-perusahaan. Tentu saja, itu sebabnya aku ingin sekali bergabung ketika diakhir masa SMA, mengalahkan teman sekolahku, lulus tanpa tes. Bahkan kata dosenku ketika hari pertama, 1 bangku yang kami duduki mengalahkan 50 lebih anak Indonesia yang bermimpi meraih kesuksesan, diperusahaan-perusahaan hebat dengan gaji tinggi, melalui tempat ini.
Seiring berjalannya waktu, idealisme mengenai gaji-gaji tinggi kelak ketika lulus luntur begitu saja dari pikiranku. Ada yang salah dengan pilihanku kemarin, 4 semester ku tidak memberikan apa-apa. Melalui kegiatan-kegiatan yang kuikuti diluar akademik, aku sadar bahwa duniaku yang sekarang bukanlah duniaku seharusnya. Apa yang kuhadapi sekarang tidak akan bersinggungan langsung dengan mimpi-mimpi ku ketika masih bocah ingusan. Dan keterpaksaan yang kujalani tidak akan berarti bagiku dan orang lain jika memang tetap terpaksa. Aku mulai melihat dunia bukan sebagai seorang materialis yang ingin uang sebanyak mungkin, kulihat dunia lebih dari itu.
Selama 2 tahun menggali-gali kembali keinginanku yang terpendam, aku tetap belajar dengan giat dikampus walaupun dengan nilai yang pas-pasan. Bukan pas-pasan sih, tapi sangat jelek. Namun diakhir tahun keduaku akhirnya kutemukan sebuah hidayah, sebuah tempat yang menurutku akan sangat cocok dengan orientasiku kelak sebagai sebenar-benarnya manusia dan bisa mengantarkanku menjelajahi dunia dalam arti sebenarnya, tepat seperti mimpiku.
Aku (kembali) diterima di jurusan berbeda pada universitas yang sama. Sebuah tempat yang jauh berbeda dengan yang kemarin. Pasti dalam hati kalian sekarang bertanya-tanya memangnya seberapa bagus prospeknya kedepan. Orang-orang yang berada disini saja masih sering minder dengan jurusan mereka, passing-grade rendahlah inilah itulah, sering dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang. Toh, kalau aku ingin prospek yang menjanjikan mengapa aku harus pindah haluan? Makanya dengan kepala yang terangkat kulawan semua argumen teman dan kakak tingkat yang masih minder. Kita jurusan yang hebat.
Belum selesai semester pertamaku, aku sempurna betul mencintai tempat baruku. Tempat dimana aku dapat belajar banyak hal, apapun dan dimanapun diriku, entah sedang kuliah, sedang jalan-jalan, sedang baca buku, sedang menonton, aku merasa setiap tarikan nafasku sangat berarti sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Tulisan ini tidak menggurui, ataupun mengajak kalian beramai-ramai untuk berpindah jurusan. Namun, kaki yang berjalan di jalan yang benar akan menemukan langit biru yang indah, kerutan di keningku yang semakin kusut tidak ada artinya lagi.
Karena jurusan yang kalian pilih tidak akan menentukan nasib kalian kelak, mau kaya ataupun miskin nantinya. Namun mengikuti apa kata hati kalian akan mengantarkan seonggok daging yang hanya punya nama menjadi manusia yang tepat dan berguna bagi orang lain.
Doaku untuk kalian.
Yogyakarta, 11 Desember 2016
AHMAD FIKRI