May 15, 2018
Java | Memoar
Menjadi Seorang (Mahasiswa) Pencinta Alam #2
“Kepencintaan alam adalah omong kosong. Kemudian menjadi berisi dengan ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi berarti dengan pengamalan”
Pejalan Anarki – Jazuli Imam
Kalenderku jauh kedepan, delapan bulan sejak tulisan “Menjadi Seorang Mapala” yang kutulis terkait film Negeri Dongeng booming di kalangan pegiat alam, alasan-alasan untuk ikut kegiatan (mahasiswa) pencinta alam beserta analisis-analisis ngaco yang kusambar saja dalam ketikan jemari.
Aku, sekarang berada di Kota Bandung. Sehari sebelum bulan Ramadhan tahun ini tiba. Yang menanggalkan status “mahasiswa” dalam satu semester.
Keputusan aneh yang tidak dapat mayoritas teman mahasiswa dan orang-orang tua di luar sana terima, CUTI KULIAH HANYA KARENA SEKADAR INGIN NAIK GUNUNG. Ya, keputusan yang harus kuambil dan telah mempertimbangkan semua sudut pandang yang ditujukan kepadaku.
Aku diterima, menjadi salah satu dari tidak sampai lima relawan pendaki, yang “katanya” akan bersama-sama menjadi tim Indonesia kedua yang merintis jalur pendakian di belantara Pegunungan Bintang menuju puncak ‘kedua’ tertinggi di Indonesia, Puncak Mandala 4760 mdpl.
Aku terpilih dari 525 pendaftar yang kemudian diseleksi essai dan video-nya, menuju tahap direct assestment 16 besar, lalu seleksi alam bebas 6 besar di kawasan hutan Kareumbi tidak jauh dari kota Bandung. Disanalah kami berlima mendapat kabar gembira terkait keterpilihan kami, tepat malam tahun baru 2018, walaupun pada beberapa waktu selanjutnya seorang harus mengundurkan diri dengan alasan yang kupikir logis dan tepat.
Program ini diprakarsai oleh Gerakan Indonesia Mengajar, yang setiap tahunnya aktif mengirimkan dua angkatan pengajar muda ke berbagai pelosok tanah air, bersama kelompok perintis kegiatan alam bebas di Indonesia, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung – Wanadri, yang menamakan kegiatan mereka sebagai Festival Puncak Papua.
Aku cuti di semester empat perkuliahan keduaku, setelah dulu kuliah dan menghabiskan dua tahun di tempat yang berbeda, dan selama beberapa bulan kedepannya nasibku digantungkan oleh acara ini dengan berbagai kesepakatan kontrak yang ditandatangani diawal kegiatan.
Tidak pernah terbayangkan bahwa Bandung akan kujamahi dalam kurun waktu yang tidak singkat, bahkan ternyata Jawa Barat. Kegiatanku sehari-hari selama program ini cukup teratur. Dengan berbagai bobot fisik, materi dan manajerial, kami berlari di berbagai jogging track di Kota Bandung. Lapangan Batununggal yang setidaknya 10 putaran berlari untuk menghabiskan satu jam tanpa berhenti, lapangan SARAGA ITB yang menjadi saksi capeknya kami dalam uji tes fisik bulanan, gerbang TAHURA hingga gerbang Tebing Kraton yang jalanannya naik turun, jogging track Gelanggang Olahraga UPI serta berbagai jalanan raya kota Bandung.
Materi Kelas Teknologi Penunjang Perjalanan |
Belum lagi materi-materi kelas yang kami peroleh dari orang-orang yang master di bidangnya. Dan terpenting materi lapangan yang diberikan secara sabar oleh anggota tim kami, selain relawan, yang merupakan anggota Wanadri.
Bersambung